Di sebuah padhepokan bernama Joglo Abang,  seorang kyai sedang memberikan ilmu kepada seorang santrinya. Sebuah  ilmu tentang berbangsa dan bernegara. Berikut penggalan dialog penuh  makna antara kyai dan santri itu :
Kyai : “Coba engkau pejamkan matamu dan  bayangkan Indonesia ini ada dalam jiwamu. Lihatlah tanah air yang indah  dari Sabang hingga Merauke ini. Ribuan pulau dengan segala macam  sumberdaya alamnya. Minyak, gas, batu bara, emas, permata. Ribuan suku  bangsa, beragam bahasa… Ungkapkanlah dengan satu kata saja wahai  santriku! Ungkapkan dengan jujur!”
Santri : …. “Alhamdulillah!”
Kyai : “Jawablah dengan jujur, anakku!”
Santri : “Alhamdulillah” (sambil  meneteskan air mata bahagia)
Kyai : “Kemudian bayangkanlah jutaan  rakyat miskin yang antri BLT. Ribuan buruh pabrik dengan upah yang ala  kadarnya. Ungkapkanlah dengan satu kata, nak!”
Santri : … … “Subhanallah”
Kyai : “Jujur nak, sekali lagi jujur!”
Santri : “Subhanallah!”
Kyai : “Lalu bayangkanlah wajah para  pejabat yang korup, wajah pejabat yang meringis merasakan nikmat jepitan  selangkangan wanita-wanita sintal. Bayangkanlah wajah anggota dewan  yang menerima cindera mata berupa koteka emas. Bayangkanlah wajah calo  senjata yang bergerilya di gedung dewan. Bayangkanlah wajah jaksa, hakim  yang suka suap. Ungkapkan dalam satu kata, santriku!”
Santri : “… As… As…  Astaghfirullahaladzim…. Astaghfirullah…”
Kyai : “Jujur, sekali lagi jawablah  dengan jujur!”
Santri : “…As… Ass…  Assssuuuuuuu……   ASUUUUUUUUUUU!!!”


 
 




















